Maros, Kompasinvestigasi.com – Di balik mulusnya jalan yang setiap hari dilalui warga Desa Tellumpoccoe, Kecamatan Marusu, tersimpan kisah panjang perjuangan seorang warga bernama Raside. Tanah seluas kurang lebih 2.100 meter persegi miliknya telah lama dipakai untuk pembangunan jalan. Namun hingga kini, ganti rugi dari pemerintah daerah belum juga diterima.
Bagi Raside, jalan itu bukan sekadar hamparan aspal, melainkan tanah warisan keluarga yang sejak dahulu menjadi bagian penting kehidupannya.
“Kami hanya ingin hak kami dihargai. Tanah itu dipakai untuk kepentingan umum, tapi jangan sampai mengorbankan rakyat kecil,” ujar kuasa hukum Raside, Drs. Muh. Alif Hamat Yusuf, SH., dengan suara tegas namun getir.
Dokumen yang Menguatkan
Perjuangan Raside bukan tanpa dasar. Sejumlah dokumen resmi memperkuat hak kepemilikannya atas tanah tersebut, di antaranya:
- Surat dari Kemendagri tahun 2016,
- Surat Pemprov Sulsel tahun 2019,
- Surat keterangan desa pada 2013, 2016, dan 2019.
Bahkan laporan Bagian Aset Pemkab Maros mencatat tanah itu sebagai bagian dari aset daerah. Namun, fakta hukum menyebutkan bahwa lahan 2.100 m² tersebut tidak termasuk dalam SHM induk milik Raside. Menurut kuasa hukum, justru karena itulah seharusnya pemerintah memberikan kompensasi yang jelas, bukan dibiarkan menggantung.
Harapan di Meja Pemerintah
Saat ini, surat permintaan pembayaran ganti rugi senilai Rp2,1 miliar telah masuk ke Bagian Hukum Setda Maros dan DPRD Kabupaten Maros. Proses kini menunggu disposisi Ketua DPRD untuk dibahas lebih lanjut.
Sementara itu, Raside hanya bisa menunggu dengan sabar. Setiap kali melihat warga melintas di jalan itu, ia merasa haknya masih tertahan di atas hamparan aspal.
Potret Maladministrasi?
Menurut kuasa hukum, penggunaan tanah warga tanpa adanya pembayaran dapat dikategorikan sebagai maladministrasi. Meski begitu, pihaknya tetap memilih jalur santun.
“Kami percaya asas praduga tak bersalah. Harapan kami sederhana, semoga Pemda Maros menunaikan kewajibannya. Tidak ada niat menggugat, hanya ingin ada keadilan,” ungkap Alif.
Kisah yang Belum Usai
Kasus ini bukan sekadar soal angka Rp2,1 miliar, melainkan potret bagaimana perjuangan warga desa kecil bisa terhenti di meja birokrasi yang berbelit. Di balik setiap roda kendaraan yang melintas di jalan Tellumpoccoe, terselip doa dan penantian seorang warga yang berharap tanah warisannya dihargai sebagaimana mestinya.
Disclaimer:
Tulisan ini disusun berdasarkan keterangan kuasa hukum, dokumen resmi, serta informasi yang dihimpun media. Pemerintah daerah maupun pihak terkait tetap berhak memberikan klarifikasi atau penjelasan lebih lanjut sesuai asas praduga tak bersalah. ***